Ini Keluargaku, Mana Keluargamu?
Kakekku bernama Soma, ayah dari
Ibuku. Sekarang Ia sudah almarhum sejak aku kecil sekali. Ya, aku belum sekolah
waktu Ia meninggal. Aku ingat ketika aku mencium dahinya ketika ia sudah
terbaring tak bernyawa. Bukan hanya aku saja tapi hampir semua cucunya.
Aku memiliki keluarga yang begitu
besar. Kakeku memiliki seorang isteri yang cantik bernama Mutmainah yang tidak
lain adalah nenekku. Nenekku waktu masih muda memiliki wajah yang cantik kata
Mimi Yan. Mimi adalah panggilan orang Jawa. Mimi Yan ini adalah anak pertama
dari kakkek dan nenekku. Masih ada Sembilan anak lainnya. Banyak bukan?
Mimi Yan pernah bilang kalau
dahulunya nenekku menjadi rebutan di kampungnya yakni Inderamayu. Katanya
nenekku itu bisa menikah dengan kakekku karena kakekku yang memenangkan
sayembaranya. Entahlah sayembara apa itu.
Kakekku seorang yang sederhana. Ia
senang merebus daun kaca beling yang sempat aku kira air teh dan aku meminumnya
hingga memuntahkannya lagi karena tidak enak. Tak pernah kakekku memakai
pakaian yang ‘wah’. Jika di rumah ia hanya memakai kaos dan kain sarung.
Terkadang memakai kopiah.
Ayahnya bernama Kalun (alm) yang dahulunya seorang kepala
desa di Sukahurip, Indramayu. Ibunya bernama Tarsimpen (alm). Kalau
dengar-dengar cerita dari mimi-mimi dan saudara-saudaraku bisa dibilang Kakeku
punya kekuatan mistis. Kakakku pernah
bilang, katanya Mbah pernah berbicara dengan makhluk halus. Mbah adalah
panggilan untuk kakekku.
Selain itu juga, seingatku aku
pernah memakan jeruk yang sebelumnya
Mbah letakkan di kuburan dekat kediaman kami di daerah Bekasi Timur. Ternyata kakekku kejawen. Tetapi setelah
menikah dengan nenekku, kakek menjadi seorang islam.
Dahulu kami tinggal di lingkungan
yang sederhana. Jangan pikir kami tinggal disebuah komplek perumahan. Coba
bayangkan waktu itu kami tinggal bersama-sama dalam satu wilayah yang cukup
luas. Jadi ada beberapa rumah yang berderetan yang diisi setiap kepala keluarga
yang tidak lain anak-anak kakeku.
Rumah kami saat itu sangat
sederhana. Hampir semuanya hanya terbuat dari papan atau triplek. Tapi kami
punya kebun. Kakeklah yang mengurus kebunnya. Ada pohon singkong, daun kaca
beling, jambu monyet, mangga, nangka, sirsak dan ada sebuah empang yang berisi
ikan-ikan.
Namun sangat menyedihkan. Tempat
yang dahulunya menjadi saksi kebahagiaan keluarga kami sudah direbut oleh orang
lain. Sepeninggal kakek, tanah itu menjadi sengketa dan kami kalah sehingga
kami semua harus hengkang dari tempat dimana kami hidup bersama.
Kakeku hanya seorang pegawai
negeri. Tapi Ia memiliki hati yang sangat baik. Ia selalu menolong orang. Apa
yang kalian lakukan jika melihat orang gila? Kebanyakan dari kita hanya diam
saja, atau bahkan lari ketakutan. Tapi tidak bagi kakeku, justru Ia memandikan dan
member makan orang gila tersebut.
Selain itu juga dahulu saat
tinggal di Indramayu. Aku belum lahir. kakek menikahi banyak wanita. Bukan
karena kakeku seorang playboy. Tapi
untuk menolong wanita-wanita itu karena wanita yang dinikahi kakek adalah wanita
yang kurang mampu.
Pokokknya jika mendengar cerita
dari Mimi-mimiku kakekku ini sangat hebat. Aku sangat bangga terhadap kakekku.
Aku tidak terlalu banyak
mengetahui tentang nenekku. Nenekku sekarang masih hidup tapi dalam keadaan stroke. Sejak aku SMP hingga sekarang
nenekku masih terbaring di tempat tidur saja. Aku sungguh sedih ketika
melihatnya. Ia sudah sulit berbicara dengan jelas.
Orang tua nenekku bernama
Maemunah (alm) dan Dul Jamil (alm). Dul Jamil yang tidak lain uyutku dahulunya
seorang kepala desa juga di Sukahurip, Indramayu. Sedangkan uyut perempuanku
hanya seorang ibu rumah tangga sama seperti uyut permpuanku dari kakek.
Itu ceritaku tentang keluargku
dari Ibu. Tentu aku juga punya kakek dan nenek dari pihak ayahku. Tapi jujur
saja aku tak tahu banyak tentang keluarga dari ayahku karena aku menjadi
seorang yatim diusiaku yang masih balita.
Papah, begitu aku memanggilnya.
Ia mengalami kecelakaan ketika ingin menjemput kami dirumah Mimi Yan. Semasa
kecilku aku selalu dititipkan karena Papah dan Mamah harus bekerja. Papah
meninggal di tempat. Sungguh pada saat itu aku masih sangat kecil yang tidak
mengerti apa-apa. Ah, aku jadi merindukan ayahku.
Itulah yang membuatku tidak dekat
dengan keluarga ayahku. Bahkan aku tadinya tidak tahu ayahku anak ke berapa.
Aku jarang berjumpa dengan keluarga dari ayahku. Tapi aku kadang berkunjung ke
rumah Eyang uti berdua dengan kakakku.
Kini Eyang Uti dan Eyang Kakung
sudah meninggal. Susmini (alm) adalah nama Eyang Uti. Aku mengetahui itu pun
memalui BBM (Blackberry Messenger)
dari Tante Wiwik, adik ayahku. Dahulunya Eyang Uti adalah seorang perawat.
Eyang Kakungku memiliki nama
Gozali (alm). Ia dahulunya pernah berkerja di BPS dan juga seorang dosen di AIS
(Akademi Ilmu Statistik). Maka dari itu ayahku pandai sekali dalam ilmu
statistik.
Jika dibandingkan antara kakek
dan nenek dari Ibuku dan Ayahku sungguh sangat berbeda. Satu sisi masih percaya
terhadap hal mistis dan satu lagi sudah mengalami kemajuan dalam teknologi.
Bagaimanapun keluargaku aku tetap bangga.
0 komentar